Rabu, 12 Januari 2011

# 18. Sahabat Selalu Ada

Marah, sedih, kecewa, patah hati, laper, gue rasain bersamaan waktu pulang dari kos Ayu. Nyampe depan kos Rara, rasanya udah gak kuat jalan. Pengen nangis tapi malu, pengen jajan gak ada yang jualan.

Gak tahu kenapa gue mutusin untuk berhenti dan duduk di depan kos Rara, di seberang jalan menghadap kos Rara, duduk bersila sambil bersandar dipohon. Ada sedikit ketenangan di situ.

Gak lama gue duduk, dateng Rara, Sabar, Fatah, dari arah kandang macan. Mereka langsung ambil posisi pyramid, eh emangnya anak cheer, mereka langsung duduk deket gue. Gak ada yang ngomong.

Sekitar setengah jam kemudian kemudian Fatah ngajak pulang, terus Rara nawarin duduk di teras kosnya kalo belum mau pulang. Gue tetap diam. Bahkan ketika kata2 perayu maut buat gue dikeluarin Sabar, gue juga tetap diam. Sabar ngajak makan.

Udah larut, nDe Geng masih bingung gimana caranya biar gue pulang, gak mungkin kan nginep di bawah pohon. Diajak pura2 gak denger, dirayu jual mahal, diangkat berat.

Setelah puas sedih2an di bawah pohon, gue mutusin pulang. Kasihan nDe Geng, lagian udah ngantuk juga.

Pas mau berdiri kaki gue kesemutan, karena kelamaan duduk dan gak gerak-gerak. “Aaaaahhh”. Gue meringis.

“Don?”. Suara Fatah terdengar khawatir.
“Doni kesurupan”. Sabar memvonis semena-mena.
“Bang?”. Rara ketakutan gara2 denger Sabar bilang gue kesurupan.

“Aku gak apa2 kok, kakiku kesemutan sekarang”. Akhirnya gue ngomong.
“Ooo”. Kata mereka barengan. Terus bantuin gue ngelurusin kaki.

Setelah gue rasa bisa buat jalan, akhirnya kita pulang. Gak ada yang ngomong sampai kita masuk kamar masing-masing. Dan tidur, eh belum tidur ding, gue nulis. Biasalah dampak patah hati, mendadak penyair…

Kira-kira gini ni puisi gue waktu itu:

AAAARRRRRRGHHHH!!!
S*AAAAAAALLLLLL!!!
AN*************NG!!!
AAARRRRGGGHHH!!!
AAARRRGGGHHH!!!
MAAAAAAKKK!!!

Karya: Doni.

Puisi model begini pasti dapat sambitan hangat pake sandal, sepatu, batu, bahkan kursi dari penonton, jika ngotot dibacain di panggung. Makanya gak pernah dikirim ke redaksi, cukup disimpan di lemari.

Bai de wei ni ya, kok bisa sih nDe Geng dateng tepat waktu ketika gue di bawah pohon? Apa karena Sabar yang sedikit banyak suka hal2 berbau klenik? Apa Fatah yang kaya punya alat buat ngelacak keberadaan orang? Atau Rara selalu tahu abangnya pergi kemana?

Ternyata enggak sodara-sodara, mereka ngintip. Sewaktu gue bilang ke perpus, Fatah sama Sabar langsung curiga. Karena biasanya kalo gue ke perpus pasti ada sangkut pautnya sama Ayu, makanya mereka mutusin untuk melakukan penyelidikan mendalam.

Setelah gue keluar kandang macan, Fatah sms Rara buat ngecek jalan depan kosnya, kalo gue lewat berarti gue nyamperin Ayu. Makanya gue ketahuan kalo ke kos Ayu, karena emang lewat depan kosnya Rara.

Jadi lah mereka ngikutin gue, dan melihat semua adegan berbahaya yang berakhir luka. Serta datang tepat waktu ketika gue pilu. Sekarang gue mau bilang tengkiu.

J Sedikit Pesan:
  • Sahabat akan selalu ada ketika temannya tak mampu berdiri, dalam arti kiasan dan sebenarnya.
  • Sahabat akan selalu menjaga kita, walaupun kita sudah bilang pergi ke tempat berbahaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar